Jumat, 02 Juli 2010

inspiration

Jika anda sedang benar, jangan terlalu berani dan
bila anda sedang takut, jangan terlalu takut.
Karena keseimbangan sikap adalah penentu
ketepatan perjalanan kesuksesan anda

Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita
adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba
itulah kita menemukan dan belajar membangun
kesempatan untuk berhasil

Anda hanya dekat dengan mereka yang anda
sukai. Dan seringkali anda menghindari orang
yang tidak tidak anda sukai, padahal dari dialah
Anda akan mengenal sudut pandang yang baru

Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi
pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus
belajar, akan menjadi pemilik masa depan

Tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi
pencapaian kecemerlangan hidup yang di
idamkan. Dan berhati-hatilah, karena beberapa
kesenangan adalah cara gembira menuju
kegagalan

Jangan menolak perubahan hanya karena anda
takut kehilangan yang telah dimiliki, karena
dengannya anda merendahkan nilai yang bisa
anda capai melalui perubahan itu

Anda tidak akan berhasil menjadi pribadi baru bila
anda berkeras untuk mempertahankan cara-cara
lama anda. Anda akan disebut baru, hanya bila
cara-cara anda baru

Ketepatan sikap adalah dasar semua ketepatan.
Tidak ada penghalang keberhasilan bila sikap
anda tepat, dan tidak ada yang bisa menolong
bila sikap anda salah

Orang lanjut usia yang berorientasi pada
kesempatan adalah orang muda yang tidak
pernah menua ; tetapi pemuda yang berorientasi
pada keamanan, telah menua sejak muda

Hanya orang takut yang bisa berani, karena
keberanian adalah melakukan sesuatu yang
ditakutinya. Maka, bila merasa takut, anda akan
punya kesempatan untuk bersikap berani

Kekuatan terbesar yang mampu mengalahkan
stress adalah kemampuan memilih pikiran yang
tepat. Anda akan menjadi lebih damai bila yang
anda pikirkan adalah jalan keluar masalah.

Jangan pernah merobohkan pagar tanpa mengetahui
mengapa didirikan. Jangan pernah mengabaikan
tuntunan kebaikan tanpa mengetahui keburukan
yang kemudian anda dapat

Seseorang yang menolak memperbarui cara-cara
kerjanya yang tidak lagi menghasilkan, berlaku
seperti orang yang terus memeras jerami untuk
mendapatkan santan

Bila anda belum menemkan pekerjaan yang sesuai
dengan bakat anda, bakatilah apapun pekerjaan
anda sekarang. Anda akan tampil secemerlang
yang berbakat

Kita lebih menghormati orang miskin yang berani
daripada orang kaya yang penakut. Karena
sebetulnya telah jelas perbedaan kualitas masa
depan yang akan mereka capai

Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita
ketahui, kapankah kita akan mendapat
pengetahuan yang baru ? Melakukan yang belum
kita ketahui adalah pintu menuju pengetahuan

Jangan hanya menghindari yang tidak mungkin.
Dengan mencoba sesuatu yang tidak
mungkin,anda akan bisa mencapai yang terbaik
dari yang mungkin anda capai.

Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup
adalah membiarkan pikiran yang cemerlang
menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang
mendahulukan istirahat sebelum lelah.

Bila anda mencari uang, anda akan dipaksa
mengupayakan pelayanan yang terbaik.
Tetapi jika anda mengutamakan pelayanan yang
baik, maka andalah yang akan dicari uang

Waktu ,mengubah semua hal, kecuali kita. Kita
mungkin menua dengan berjalanannya waktu,
tetapi belum tentu membijak. Kita-lah yang harus
mengubah diri kita sendiri

Semua waktu adalah waktu yang tepat untuk
melakukan sesuatu yang baik. Jangan menjadi
orang tua yang masih melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan saat muda.

Tidak ada harga atas waktu, tapi waktu sangat
berharga. Memilik waktu tidak menjadikan kita
kaya, tetapi menggunakannya dengan baik
adalah sumber dari semua kekayaan

Jumat, 25 Juni 2010

istiqomah

Diriwayatkan oleh Ummu Habibah ra, ia berkata, bahwa Rasulullah saw, bersabda:
“Tak seorang pun hamba yang muslim, sholat Lillahi Ta’ala setiap hari dua belas rekaat, sholat sunnah, bukan sholat fardlu, kecuali Allah membangunkan rumah di dalam syurga.”
(Hr. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’y)

Hadits ini memotivasi untuk menegakkan ibadah-ibadah sunnah, karena ibadah sunnah salah satu bentuk taqarrub kepada Allah Ta’ala, sekaligus menjadi bekal kaum ‘arifun dalam menempuh jalan menuju kepada Allah swt. Sekaligus menjadi perilaku kaum yang mengkhususkan (menyendiri) jiwanya di sisi Allah swt.

Anak-anak sekalian! Ketahuilah siapa yang hakikat batinnya menyendiri bersama Allah secara total, dan rahasia sirrnya benar-benar manunggal, akan terbuka seluruh tirai, segala bukti menjadi nyata, ketika musyahadah pada Cahaya Al-Haq Allah swt. Disanalah Allah menuangkan minuman dengan gelas CintaNya, hingga ia mabuk dari lainNya, segalanya menjadi riang nan ringan. Segala diamnya adalah dzikir, nafasnya adalah tasbih, kalamnya adalah penyucian, dan tidurnya adalah sholat (doa). Sang hamba senantiasa menaiki kendaraan ma’rifat, hingga bertemu Yang di-ma’rifati. Bila sudah bertemu, ia abadi selamanya bersamaNya, tidak berpaling ke lainNya.

Qalbu itu ibarat istana, dan ma’rifat adalah rajanya, akal adalah menterinya yang punya department dan instrument. Lisan sebagai penerjemah, sedangkan rahasia batinnya dari khazanah Ar-Rahman. Masing-masing konsisten dengan posisinya, sedangkan arah seluruhnya adalah istiqomahnya sirr bersama Allah swt.

Bila Sirr istiqomah, maka ma’rifat menjadi istiqomah, lalu akal menjadi lurus. Bila akal konsisten, qalbu akan konsisten. Bila qalbu konsisten, jiwa akan konsisten. Bila nafsu konsisten (dalam pengendalian), perilaku batin akan konsisten.Sirr dicahayai oleh Sifat Jamal dan JalalNya. Akal dicahayai oleh cahaya kesadaran dan renungan pelajaran. Qalbu dicahayai oleh cahaya rasa takut dan cinta disertai kontemplasi fikiran. Nafsu dicahayai dengan cahaya olah jiwa dan pengekangan.

Sirr adalah lautan dari samudera anugerah pemberianNya, dan gelombangnya tak terhingga, tiada henti pula.Jika Sirr konsisten bersama Allah swt, maka senantiasa akan abadi dalam musyahadah, dan sirna dari penglihatan pada Istiqomahnya. Perlu diketahui bahwa Jalan Istiqomah (konsistensi) itu laksana tenda agung dari jalan akhirat, dan berjalan di tepinya lebih sulit dibanding jalan di tepian akhirat. Alam rahasia bisa menjadi tipudaya, karena Allah swt tidak suka pada hati hamba yang masih ada cinta pada yang lain selain Dia. Mereka tidak ingin sesuatu dari Allah kecuali Allah.

Dalam sebagaian kitabNya Allah Ta’ala berfirman: “Bila yang kesibukan jiwa hambaKu lebih kepadaKu dibanding yang lain, maka Kujadikan nikmat dan hasrat ada dalam mencintaiKu, dan Aku singkapkan hijab antara diriKu dengan dirinya.”

Ada seseorang sedang masuk dalam tempat Syeikh Sary as-Saqathy, lantas lelaki itu bertanya, “Manakah yang bisa mendekatkan pada Allah Ta’ala, hingga sang hamba bisa mendekat kepadaNya?”
Maka As-Sary menangis, lalu berkata, “Orang seperti anda ini masih bertanya seperti itu?
Yang paling utama cara mendekatkan hamba kepada Allah swt, hendaknya Allah swt, muncul di hatimu, dan anda tidak mau sama sekali pada dunia dan akhirat, kecuali hanya padaNya.”

Ibrahim bin Adham ra. mengatakan, “Puncak dari hasrat dan citaku dalam hubunganku dengan Allah Ta’ala adalah, hendaknya Dia menjadikan diriku condong terus kepadaNya, hingga aku tak memandang apapun selain Dia, dan aku tidak sibuk dengan siapa pun selain sibuk denganNya, aku tak peduli Dia jadikan diriku jadi debu, atau hilang sama sekali.”

Nabi Ibrahim as, pernah ditanya, “Dengan cara apa anda dapatkan keakraban dengan Allah Ta’ala?”
“Dengan memutuskan diriku hanya kepada Tuhanku, dan pilihanku kepadaNya dibanding lainNya, serta aku tidak pernah makan kecuali bersama tamuku.”

Rabi’ah al-Bashriyah ra mengatakan:
“Oh Tuhanku, hasratku di dunia dan di akhirat nanti hanya mengingatmu, dan hasratku di akhirat dari akhirat hanya memandangMu, maka lakukanlah antara keduanya sekehendakMu.”

Abu Yazid al-Bisthamy ra menegaskan, “Rahasia batinku naik menuju Allah swt, lalu terbang dengan sayap ma’rifat dengan cahaya kecerdasan di cakrawala Wahdaniyah (KemahatunggalanNya).
Tiba-tiba nafsu menghadapku dan berkata, “Kemana kau pergi? Akulah nafsumu dan engkau harus bersamaku.” Namun rahasia batinku (sirr) sama sekali tidak menoleh padanya. Kemudian makhluk-makhluk lain menghadap sirrku, mereka bertanya, “Kemana kau pergi? Kami adalah teman dan tempat curhatmu, engkau harus bersama kami, demi solidaritas padamu!” Sirrku sama sekali tidak menoleh. Lantas syurga dengan segenap isinya menghadap sirrku, mereka bertanya, “Kemana engkau pergi? Engkau itu bagiku dan engkau harus disini denganku.” Maka sirrku sama sekali tidak berpaling. Lalu anugerah dan pemberian menghadapku, begitu juga karomah-karomah, hingga melewati kerajaanNya, sampai pada kemah Fardaniyah (KetunggalanNya), lantas melampaui universalitas dan keakuan, hingga sirrku sampai di hadapan Allah swt. Dialah yang kucari!”

Allah swt berfirman kepada Nabi Musa as, “Wahai Musa! Sesungguhnya orang yang menjumpaiKu pasti tidak akan kembali dariKu, dan tidak akan kembali kecuali dari Jalan (lurusKu).”

Abul Abbas nin Atha’ ra, mengatakan, “Manakala akhirat muncul dalam diri hamba, dunia menjadi sirna di sisinya, sehingga sang hamba hanya menetap di negeri keabadian. Namun manakala sang hamba berada dalam penyaksian Allah Ta’ala, segala hal selain Allah Ta’ala sirna, dan hamba abadi bersama Allah swt.”

Ada lelaki di hadapan Abu Yazid ra, berkata, “Ada informasi sampai kepadaku bahwa engkau punya Ismul A’dzom, sangat senang jika engkau mengajariku.”Abu Yazid menjawab, “Nama Allah itu tidak terbatas. Namun kosongkan hatimu hanya bagi KemahaesaanNya, meninggalkan berpaling pada selain Allah Ta’ala. Jika anda bisa demikian, raihlah Ism (Nama) mana pun yang kau kehendaki, maka dengan Isim itu anda bisa pergi dari timur hingga barat, dalam sekejap dan anda telah kembali.”

Dzun Nun al-Mishry ra, mengatakan, “Ketika aku naik haji, tiba-tiba ada anak muda mengatakan:
“Oh Tuhanku, aku telah mengumpulkan tebusanMu, dan engkau Maha Tahu, lalu apa yang Engkau berlakukan pada mereka?”
Lalu kudengar suara:
“TebusanKu banyak, dan yang mencariKu sedikit.”

Sebagian Sufi ditanya, “Seberapakah antara Allah swt dan hambaNya?”
“Empat langkah saja: Satu langkah meninggalkan dunia; satu langkah meninggalkan makhluk; satu langkah meninggalkan nafsu; dan satu langkah meninggalkan akhirat, maka sang hamba sudah dihadapan Allah swt.” Jawabnya.
Sarry ra berkata, “Siapa yang bangkit untuk taat kepada Allah Ta’ala tanpa ada yang lain, Allah akan memberi minuman dari matair cinta dariNya, dan dihantar menuju tempat yang benar.

”Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah mengatakan, “Orang arif manakala keluar dari dunia tak ada pemandu maupun penyaksi di hari kiamat, tidak ada Malaikat Ridlwan di syurga, juga tidak ada Malaikat Malik di neraka.Beliau ditanya, “Lalu dimana sang arif di jumpai?”
“Di hadapan Allah Yang Maha Diraja, ditempat yang benar. Ketika mereka bangkit dari kuburnya mereka tidak bertanya-tanya, “Mana keluarga dan anakku? Mana Jibril dan Mikail? Mana syurga dan pahala?” Namun justru berkata, “Manakah Kekasihku dan kemesraan hatiku?”

Qalbu kaum arifin punya mata yang memandang apa yang tak biasa dipandang manusia.
Sedangkan lisannya berkata dengan rahasia batinnya
munajat dari malaikat-malaikat mulia di sisiNya yang mencatat
Sayap-sayap yang terbang tanpa bulu
Hinggap di sisi Rabbul ‘alamin.
Lalu bagai gembalaan di taman suci menari
Dan meminum dari lautan para RasulNya
Para hamba yang menuju kepadaNya
Hingga mendekat, sampai bertemu denganNya.

sufinews.com

anugrah

Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary
'Apabila Allah swt, hendak menampakkan anugerah keutamaanNya padamu, maka Allah menciptakan amal bagimu, dan mengaitkan amal itu kepadamu."
Yakni, Allah menciptkan kemampuan

untukmu untuk beramal dan beribadah dan memberikan pertolongan agar dirimu menuju kepadaNya, bahkan mengembalikan amaliyah itu kepadamu. Allah swt, menciptakan ta’at, dan mengaitkan taat itu kepada kita, memberi pahala kepada kita, padahal seseungguhnya itu tidak layak bagi kita.

Anugerah luar biasa, bagaimana sampai Allah swt, memberikan anugerah itu, seakan-akan itu amal baik dan taat kita, padahal itu semua ciptaan Allah Ta’ala pada kita, bukan ciptaan kita, bukan kreasi dan ikhtiar kita.
Di sinilah Ibnu Athaillah as-Sakandary mengingatkan:
“Tak habis-habisnya engkau mencaci dirimu, manakala semua itu dikembalikan padamu. Dan tidak habis-habisnya pujianmu manakala Allah swt, itu menampakkan kemurahanNya kepadamu.”

Sebab, diri kita, ditinjau dari eksistensi kita yang asli, tak lebih dari wujud kekurangan, wujud keragu-raguan, wujud kehinaan dan wujud kefakiran. Sedangkan jika dipandang dari segi anugerahNya keada kita, maka segalanya adalah wujud kebajikan dan keutamaan.

Begitu pula kelak di akhirat, manakala yang muncul adalah diri kita, maka kita berada dalam timbangan KeadilanNya, lalu menjadi wajar kalau KeadilanNya yang tampak, justru kita semua masuk neraka, apa pun amal dan ibadah yang kita lakukan. Karena dosa itu, sebesar apa pun sesungguhnya bukan menjadi penyebab seseorang masuk neraka. Manusia masuk neraka karena keadilanNya. Dan jika KeadilanNya yang tampil, maka seluruh kebaikan kita tak berarti, karena sesungguhnya bila ditimbang dengan KeadilanNya, amal perbuatan kita, ternyata bukan dari diri kita, bukan produksi dan ciptaan kita, namun ciptaan Allah swt, kehendakNya dan KuasaNya.

Sebaliknya bila yang dimunculkan adalah Anugerah dan RahmatNya, maka seluruh amal kita yang tampak adalah enugerah Ilahi semua, dan di sanalah tiket ke syurga, karena anugerah dan rahmatNya pastilah menyertai perjalanan kita menuju Allah swt. Segala apa pun yang disadari karena bersamaNya, anugerah dan rahmatNya, akan menjadi mudah. Dan sebaliknya apa pun mudahnya kalau kita hanya bersama diri kita, mengandalkan diri dan amal perbuatan kita, pastilah gagal dan mengamali kesulitan luar biasa

sufinews.com

UBUDIYAH

Jadilah dirimu bergantung pada Sifat-sifat Rububiyah, dan jadilah dirimu mewujudkan sifat-sifat 'ubudiyah"
Kebergantungan terhadap Sifat-sifat Rububiyahnya Allah swt, merupakan perwujudan kehambaan ('ubudiyah), sehingga sang hamba merasakan fana’nya diri dalam perwujudan kehambaannya. Sifat-sifat Rububiyah yang dijadikan gantungan hamba itu

adalah: Sifat Maha Cukup nan Kaya; Sifat Maha Mulia; Sifat Maha Kuasa dan Maha Kuat. Maka dengan Sifat-sifat Rububiyah tersebut, muncullah respon 'Ubidyah atau kehambaannya, yang menjadi kebalikan dari Sifat Rububiyah. Yaitu, sifat faqir, sebagai respon terhadap Maha Cukupnya Allah, sifat hina-dina, sebagai respon hamba terhadap Sifat Maha MuliaNya, dan sifat tak mampu hamba sebagai respon sifat Maha KuasaNya, serta sifat lemah hamba merupakan respon agar bergantung pada Maha KuatNya.




Dalam proses interaksi antara Ubudiyah dan Rububiyah tersebut, seorang hamba kadang-kadang mengalami dua situasi yang berbeda. Terkadang yang muncul adalah Sifat Maha Kaya dan Maha Cukupnya Allah dalam pandangan hamba, terkadang yang muncul adalah sifat fakirnya si hamba kepada Allah swt.
Apabila yang muncul adalah sifat fakirnya si hamba kepada Allah swt, maka sang hamba haruslah kembali untuk berselaras dengan adab

Pertama: Posisi dalam keleluasaan dan dan kemuliaan.
Kedua: Posisi adab dan pengagungan.

Rasulullah saw, pernah memberikan seribu sho' untuk menujukkan betapa Allah Maha Cukup nan Kaya, di satu sisi pun beliau mengikat batu di perutnya untuk menunjukkan sifat butuhnya kepada Allah swt. Pada kondisi pertama beliau menunjukkan betapa butuhnya manusia kepada Allah swt, dan kedua, untuk mendidik ummatnya.

Sepanjang manusia tidak memiliki rasa fakir, hina, tak berdaya, dan lemah, lalu dirinya merasa cukup, mulia, hebat, kuasa dan kuat, maka ia telah terhijab dari Sifat rububiyahnya Allah swt. Dan orang tersebut akan terlempar dari sifat kehambaanya, kemudian jadilah ego dan kesombongannya menguat.

Iblis dan Firaun adalah representasi "keakuan" paling fenomenal yang muncul kekuatannya dari kegelapan. Sifat "keakuan" yang sering dieksplorasi untuk pendidikan manusia modern, pendidikan yang menggiring manusia agar muncul dan eksistensial, sehingga lahir kekuatan-kekuatan adidaya manusia. Dan ketika kekuatan itu benar-benar muncul jadilah dirinya sebagai neo-Iblisian dan Firaunan.

sufinews.com

luar biasa

"Bagaimana hal-hal biasa bisa ditundukkan padamu? Sedangkan anda tidak pernah menundukkan kebiasaan nafsumu?"
Ada ha-hal luar biasa yang biasanya muncul pada para Sufi yang kelak disebut sebagai karomah. Tentu hal yang luar biasa

itu tidak akan pernah muncul selama manusia tidak pernah menundukkan dirinya sendiri, dan karenanya hal-hal biasa juga tak pernah tertundukkan.

Hal yang luar biasa itu justru terletak pada keberanian seseorang untuk mengeluarkan dirinya dari dirinya, sebagaimana pandangan para Sufi, "Hakikatmu adalah keluarmu dari dirimu." Maksudnya kita bisa mengeluarkan hasrat nafsu kita dari diri kita.

Hikmah Ibnu Athaillah ini menyembunyikan rahasia, bahwa hakikat Karomah itu justru pada Istiqomah, dimana istiqomah tersebut tidak bisa diraih sepanjang manusia masih senang dan terkukung oleh kesenangan dan kebiasaan nafsunya.
Karena nafsu adalah hijab, dan wujud nafsu itu adalah rasa "aku" dalam diri kita sendiri.
Seorang Sufi ditanya, "Bagaimana anda sampai mencapai tahap luhur ini?"
"Aku bertauhid dengan tauhid paling utama, dan aku berbakti sebagaimana baktinya budak, serta aku taat kepada Allah swt atas perintahNya, apa yang dilarangNya. Maka setiap aku memohon, Dia selalu memberinya."

Dalam suatu Isyarat, Allah swt, berfirman: "HambaKu, Akulah yang berkata pada sesuatu Kun Fayakuun". Maka taatlah kepadaKu, maka engkau pun berkata pada sesuatu "Jadilah! Maka bakal terjadi!".
Dalam hadits shahih, Allah swt berfirman, "Tak ada orang yang mendekat kepadaKu sebagaimana dekatnya orang yang menunaikan apa yang Aku fardhukan kepada mereka, dan senantiasa hambaKu berdekat padaKu dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya. Maka bila Aku mencintainya, jadilah Aku sebagai Pendengaran baginya, menjadi Mata, Tangan dan Penguat baginya. Maka bila ia meminta padaKu, Aku pasti memberinya, dan bila ia meminta perlindungan padaKu, Aku pasti melindunginya…."

Menembus batas kebiasaan diri seorang hamba, berarti haruslah punya keberanian untuk menyadari kefanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Karena itu, doktrin, "Aku bisa, aku mampu, aku hebat, aku kuat, aku berdaya…dsb…" Apalagi disertai dengan kata-kata, "Dariku, denganku, untukku, demiku, bagiku, bersandar aku…dsb," justru semakin mempertebal lapisan hijab demi hijab antara hamba dengan Allah swt.
Orang yang meraih karomah, pasti sirna dari keakuannya. Orang yang mendapatkan hal-hal luar biasa, justru fana' seluruh egonya. Dan sebaliknya jika kesirnaan aku dan egonya tidak terjadi, maka hal-hal yang luar biasa tidak lebih dari Istidroj yang melemparkan dirinya dari Allah Ta'ala.

sufinews.com

amalan

Kalau bukan karena indahnya tutupnya Allah swt, maka tak satu pun amal diterima.”Kenapa demikian? Sebab nafsu manusia senantiasa kontra dengan kebajikan, oleh sebab itu jika mempekerjakan nafsu, haruslah dikekang dari sifat atau karakter aslinya.
Dalam firmanNya: “Siapa yang yang menjaga nafsunya, maka mereka itulah orang-orang yang menang dan bahagia.”(Al-Hasyr 9)

Nafsu, ketika masuk dalam kinerja amaliah, sedangkan nafsu itu dasarnya adalah cacat, maka yang terproduksi nafsu dalam beramal senantiasa cacat pula. Kalau toh dinilai sempurna, nafsu masih terus meminta imbal balik, dan menginginkan tujuan tertentu, sedangkan amal itu inginnya malah ikhlas. Jadi seandainya sebuah amal diterima semata-mata bukan karena amal ansikh, tetapi karena karunia Allah Ta’ala pada hambaNya, bukan karena amalnya.

Abu Abdullah al-Qurasyi ra mengatakan, “Seandainya Allah menuntu ikhlas, maka semua amal mereka sirna. Bila amal mereka sirna, rasa butuhnya kepada Allah Ta’ala semakin bertambah, lalu mereka pun melakukan pembebasan dari segala hal selain Allah swt, apakah berupa kepentingan mereka atau sesuatu yang diinginkan mereka.”

Oleh sebab itu Ibnu Athaillah melanjutkan:
“Anda lebih butuh belas kasihan Allah swt, ketika anda sedang melakukian taat, dibanding rasa butuh belas kasihNya ketika anda melakukan maksiat.” Kebanyakan manusia memohon belas kasihan kepada Allah Ta’ala justru ketika ia menghadapi maksiat, dan merasa aman ketika bisa melakukan taat ubudiyah. Padahal justru yang lebih dibutuhkan manusia adalah Belas Kasih Allah ketika sedang taat. Karena ketika sedang taat, para hamba sangat rawan “taat nafsu”, akhirnya seseorang terjebak dalam ghurur, atau tipudaya dibalik amaliyahnya sendiri.

Rasulullah saw, bersabda:
“Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi dari para NabiNya: “Katakanlah kepada hamba-hambaKu yang tergolong shiddiqun, jangan sampai mereka tertimpa tipudaya. Sebab Aku, bila menegakkan keadilanKu dan kepastian hukumKu kepada mereka, Aku akan menyiksa mereka, tanpa sedikit pun aku menzalimi mereka. Dan katakanlah kepada hambaKu yang ahli dosa, janganlah mereka berputus asa, sebab tak ada dosa besar bagiKu manakala Aku mengampuninya.”

Bahkan Abu Yazid al-bisthami ra mengatakan: “Taubat dari maksiat bisa sekali selesai, tetapi taubat karena taat bisa seribu kali pertaubatan.”
Mengapa kita harus lebih waspada munculnya dosa dibalik taat? Karena nafsu dibalik maksiat itu jelas arahnya, namun nafsu dibalik taat sangat lembut dan tersembunyi.
Diantara nafsu dibalik taat yang menimbulkan dosa dan hijab antara lain:
1. Mengandalkan amal ibadahnya, lupa kepada Sang Pencipta amal.
2. Bangga atas prestasi amalnya, lupa bahwa yang menggerakkan amal itu bukan dirinya, tetapi Allah swt.
3. Selalu mengungkit ganti rugi, dan banyak tuntutan dibalik amalnya.
4. Mencari keistemewaan amal, hikmah dibalik amal, lupa pada tujuan amalnya.
5. Merasa lebih baik dan lebih hebat dibanding orang yang belum melakukan amaliyah seperti dirinya.
6. Seseorang akan kehilangan kehambaannya, karena merasa paling banyak amalnya.
7. Iblis La’natullah terjebak dalam tipudayanya sendiri, karena merasa paling hebat amal ibadahnya.
8. Menjadi sombong, karena ia berbeda dengan umunya orang.
9. Yang diinginkan adalah karomah-karomah amal.
10. Ketika amalnya diotolak ia merasa amalnya diterima.

sufinews.com

adab

Yang terpenting bukannya tercapainya apa yang engkau cari, tetapi yang penting adalah engkau dilimpahi rizki adab yang baik"

Dalam ajaran thariqat Sufi, adalah yang terpenting bukannya tercapainya apa yang engkau cari, tetapi yang penting adalah engkau dilimpahi rizki adab

yang baik terwujudnya apa yang diinginkan (sukses), tetapi lebih penting dari itu semua kita dikaruniai adab yang bagus. Baik adab dengan Allah, adab dengan Rasulullah saw, adab dengan para Syeikh, para Ulama, adab dengan sahabat, keluarga, anak dan isteri, dan adan dengan sesama makhluk Allah Ta'ala.

Apa yang ada di sisi Allah swt, tidak bisa diraih dengan berbagai upaya sebab akibat, namun kita harus mewujudkan adab yang baik di hadapanNya, karena dengan adab itulah ubudiyah akan terwujud. Allah swt, berfirman: "Agar Allah menguji mereka, manakah diantara mereka yang terbaik amalnya." (Al-Kahfi: 7), Allah tidak menyebutkan bahwa yang terbaik itu adalah yang terbanyak suksesnya, juga bukan yang terbaik adalah raihan besarnya.

Rasulullah saw, bersabda: "Taqwalah kepada Allah dimana pun engkau berada, dan ikutilah keburukan itu dengan kebajikan, sehingga keburukan terhapus. Dan bergaullah dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik." (Hr. Imam Ahmad, dan At-Tirmidzy).

Seluruh proses adab itu adalah menuju keserasian dengan sifat-sifatNya, dan inilah yang disebutkan selanjutnya oleh Ibnu Athaillah:
"Tak ada yang lebih penting untuk anda cari disbanding rasa terdesak, dan tidak ada yang lebih mempercepat anugerah padamu ketimbang rasa hina dan rasa faqir padaNya."

Sikap terdesak, hina, fakir, itulah yang membuat anda terus kembali kepada Allah swt tanpa sedikit pun faktor yang menyebabkan rasa tersebut muncul. Dan sebaik-baik waktu tentu saja, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Atyhaillah dalam Al-Hikam pula adalah waktu dimana anda menyaksikan sifat butuh anda kepada Allah, dan dikembalikan pada wujud hinamu di hadapanNya.
Para sufi sering bersyair:

Adab sang hamba adalah rasa hinanya
Sang hamba tak pernah meninggalkan adab
Sang hamba jika sempurna rasa hinanya
Sang hamba meraih cinta dan kedekatannya.

Hajat manusia bertingkat-tingkat, Ada hajat dunianya, ada hajat akhiratnya, ada hajat meraih anugerahNya, ada hajat hanya kepada Allah swt, saja.
Tentu hajat tertinggi adalah menuju dan wushul kepada Allah Ta'ala, dan itu semua harus diraih dengan rasa butuh yang sangat, rasa hina dan fakir. Kepada Allah ta'ala.
Pernah dikatakan kepada Abu Yazid, "Pekerjaanmu senantiasa dipenuhi dengan rasa bakti, bila engkau menghendakiKu maka engkau harus datang dengan rasa hina dan butuh."

Diantara makna berguna dari rasa butuh itu adalah:
1) Rasa berpaling dari makhluk Allah Ta'ala secara total,
2) Menghadap Allah dengan total pula,
3) Sang hamba berhenti di batasNya tanpa membuat pengakuan sedikit pun.

Tiga hal yang merupakan jumlah kebajikan dan kesempurnaan.

sufinews.com